PENGERTIAN
PSIKOTERAPI
Psikoterapi berasal dari dua kata yaitu “psyche” dan “therapy”. Kata “psyche”
memiliki arti jiwa, sedangkan kata “therapy”
memiliki arti pengobatan. Psikoterapi merupakan suatu intervensi interpersonal
relational yang digunakan oleh psikoterapis untuk membantu pasien/client dalam menghadapi problem-problem
kehidupannya.
Definisi psikoterapi menurut Lewis R. Wolberg (1977)
adalah perawatan dengan menggunakan alat-alat psikologis terhadap permasalahan
yang berasal dari kehidupan emosional, dimana seorang ahli secara sengaja
menciptakan hubungan profesional dengan pasien/client yang bertujuan untuk:
·
Menghilangkan,
mengubah, atau menurunkan gejala-gejala yang ada
·
Memperantarai
perbaikan pola tingkah laku yang terganggu
·
Meningkatkan
pertumbuhan serta mengembangkan kepribadian yang positif
BENTUK
TERAPI HUMANISTIK
Psikologi humanistik adalah suatu pendekatan yang
multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia yang memusatkan
perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Aliran psikologi
humanistik selalu mendorong peningkatan kualitas diri manusia melalui
penghargaannya terhadap potensi-potensi positif yang ada pada setiap manusia.
Tujuan utama dari psikoterapi humanistik adalah untuk
mendukung perkembangan aktualisasi diri. Kaum humanis percaya bahwa masalah
psikologis (depresi, kecemasan, gangguan kepribadian, gangguan makan, dan
bentuk psikopatologi lain) adalah produk sampingan dari proses pertumbuhan yang
terhambat. Tugas terapis humanistik adalah dengan melalui hubungan terapeutik,
menciptakan sebuah iklim sehingga klien dapat mengembalikan pertumbuhan alamiah
mereka ke arah kesejahteraan psikologis.
Sebagai contoh kasus dari terapi humanistik yang saya
ambil dalam jurnal Menurunkan Kecemasan Sosial melalui Pemaknaan Kisah Hidup yang
dibuat oleh Idei Khurnia Swasti dan Wisjnu Martani pada tahun 2013. Penulis mengatakan
bahwa salah satu hambatan manusia untuk dapat terlibat dalam interaksi social adalah
kecemasan. Dalam konteks ini, kecemasan yang dimaksud adalah kecemasan social,
yaitu ketakutan berlebihan menerima kritik dari orang lain, yang mengarahkan
individu menghindari interaksi dengan sekelompok orang atau kelompok social. Kecemasan
sosial menurut Stenberg pada tahun 1997 meningkat menjadi gangguan bila:
- Tingkat
kecemasan yang dialami semakin irasional dan mengganggu efektivitas
kegiatan sehari-hari
- Justifikasi
terhadap kecemasan berlebihan, misalnya individu merasakan tingkat
kecemasan tinggi tanpa stimulus pemicu
- Konsekuensi
dari kecemasan membawa dampak negative menyeluruh dalam hidup individu
Kasus lapangan
menunjukkan bahwa individu yang mengalami kecemasan sosial menolak menghadiri
kegiatan sosial dalam masalah perkawinan (Sadarjoen, 2005), gagal ujian lisan perkuliahan
(Swasti, 2008), dan mengalami simtom depresi sebagai gangguan penyerta
(Rustika, 2003). Kecemasan sosial akan disertai dengan, setidaknya satu
gangguan penyerta berupa gangguan kecemasan lainnya, gangguan suasana hati,
ketergantungan obat-obatan, dan ketergantungan minuman keras (Chartier, Walker,
& Stein, 2003).
Dampak negative dari
kecemasan sosial tampak pada penurunan kesejahteraan subjektif dan kualitas
hidup serta fungsi peran sosial dan perkembangan karir (Wittchen & Fehm,
2003). Penderita kecemasan sosial menilai dirinya lebih buruk daripada orang
lain dan menurunkan kemampuan dan performasinya sehingga ia benar-benar lebih
buruk (Asbaugh, Antony, McCabe, Schmidt, & Swinson, 2005).
Pada penelitian
tersebut, penulis menggunakan pendekatan naratif yang digunakan untuk memahami
identitas, karena manusia memiliki model naratif atas pemikirannya yang
membentuk cerita berdasarkan pengalaman dan cerita tentang dirinya yang
disesuaikan agar dapat diterima dan dianggap bernilai oleh lingkungan sosial
(McLean & Pratt, 2006). Dalam praktiknya, terapi naratif merupakan terapi
efektif yang menggunakan beberapa modalitas terapi dari pendekatan yang sudah
ada (Besa, 1994). Terapi naratif berorientasi pada tujuan yang merupakan
kekhasan pendekatan kognitif, namun juga menekankan pentngnya pemaknaan pada
pengalaman hidup sebagaimana sering ditemukan pada pendekatan psikoanalisa. Penerimaan
terapis yang tulus pada klien mengadaptasi konsep penerimaan tanpa syarat
menggunakan pendekatan humanistik. Masing-masing modalitas ini dirangkai dalam
satu paket yang bertujuan menguatkan dan memberdayakan klien.
BENTUK
TERAPI BEHAVIORAL
Pendekatan behavioral menekankan metode empiris dengan
masalah dan kemajuan yang diukur dengan ukuran-ukuran yang dapat diobservasi
dan dikuantifikasi. Tujuan utama dari psikoterapi behavioral adalah perubahan
perilaku yang dapat diobservasi. Tujuan ini berlawanan dengan tujuan pendekatan
psikodinamik dan humanistik, yang masing-masing menekankan proses-proses mental
internal – yaitu masing-masing membuat yang tidak sadar menjadi sadar dan
membantu perkembangan aktualisasi diri.
Sebagai contoh kasus yang akan saya bahas dalam buku
Psikologi Klinis edisi 3 karangan dari Andrew M. Pomerantz yang dialami oleh
seorang narapidana di sebuah penjara anak-anak yang masih berusia 15 tahun
bernama Patty. Patty ditangani oleh seorang psikolog klinis yang bernama Dr.
Howard dengan menggunakan empat jenis penguatan (penguatan dan hukuman
masing-masing dalam bentuk positif dan negatif). Baru-baru ini, Patty mudah
marah meluap-luap dan menyerang ketika diantarkan dari selnya ke sesi-sesi
harian di kelas. Sebagian serangan Patty begitu berbahayanya hingga membutuhkan
penggunaan pengekangan fisik. Konsekuensi untukledakan kemarahan Patty adalah
absen dari sekolah lalu ia kembali ke sel dan menghabiskan waktunya untuk
bermalas-malasan sambil melihat-lihat majalah yang disetujui kepemilikannya
bagi narapidana. Dr. Howard menganalisis perilaku Patty dan membuat hipotesis
bahwa kontingensi yang dilakukan oleh staff penjara sebenarnya memperkuat,
bukan menghukum respon kemarahannya. Dr. Howard mendiskusikan dengan staff
penjara tentang empat kontingensi alternatif, yang masing-masing dapat
menghasilkan perilaku yang lebih diinginkan Patty:
·
Penguatan
positif: jika Patty mengikuti pelajaran di kelas tanpa ledakan verbal atau
fisik, maka ia menerima majalah baru sesuai pilihannya
·
Penguatan
negatif: jika Patty mengikuti pelajaran di kelas tanpa ledakan tertentu, maka
kekangan di pergelangan kakinya akan dilepas untuk keesokan harinya
·
Hukuman
positif: jika Patty terlibat dalam ledakan tertentu, maka ia akan ditahan
selama 2 jam di sel tanpa majalah
·
Hukuman
negatif: jika Patty terlibat dalam ledakan tertentu, maka semua majalahnya akan
disita untuk keesokan harinya.
BENTUK
TERAPI PSIKOANALISIS
Sigmund Freud (1856-1939) adalah seorang pendiri
psikoanalisis. Menurut Freud, pikiran-pikiran yang ditekan merupakan sumber
perilaku yang menyimpang. Pandangan Freud secara lengkap yaitu:
- Kesadaran
dan ketidaksadaran:
Kesadaran dapat diibaratkan sebagai
permukaan gunung es yang nampak, jadi kesadaran merupakan bagian kecil dari
kepribadian. Ketidaksadaran yang merupakan bagian kecil dari gunung es di bawah
permukaan air mengandung insting-insting yang mendorong perilaku manusia.
Selanjutnya, Freud memiliki pandangan bahwa kepribadian terdiri dari id, ego,
dan superego. Id merupakan bagian primitif dari kepribadian yang mengandung
insting seksual dan insting agresif. Ego merupakan prinsip realitas yang
menyesuaikan diri dengan realitas. Dan superego merupakan prinsip moral yang
mengontrol perilaku dari segi moral.
- Insting
dan kecemasan:
Freud
menyatakan bahwa insting terdiri dari insting untuk hidup dan insting untuk
mati. Insting hidup ini mencakup rasa lapar, haus, dan seks. Sedangkan insting
mati ini mencakup kekuatan destruktif yang dapat ditujukan kepada diri sendiri,
menyakiti diri sendiri atau bunuh diri. Ada 3 macam kecemasan yaitu kecemasan objektif yang
merupakan kecemasan timbul dari ketakutan terhadap bahaya nyata. Kecemasan
neurotik merupakan kecemasan akan mendapatkan hukuman atas keinginan yang
impulsif. Kecemasan moral merupakan kecemasan yang berkaitan dengan melanggar
norma moral.
Sebagai contoh kasus dalam terapi psikoanalisis ini
adalah dalam terapi seni melukis pada pasien skizofrenia dan ketergantungan
yang saya ambil dari jurnal “Terapi Seni Melalui Melukis pada Pasien
Skizofrenia dan Ketergantungan Narkoba” yang dibuat oleh Sarie Rahma Anoviyanti
pada tahun 2008. Tujuan dari terapi tersebut adalah untuk membantu pasien agar
merasa lebih nyaman terhadap diri mereka sendiri karena dalam mengerjakan karya
yang melibatkan kreatifitas, semua emosi dan pikiran yang mengendap akan
tersalurkan, sehingga semua emosi dan pikiran tersebut pada akhirnya akan
menjadi jelas akar permasalahannya karena terbacanya simbol-simbol dari bentuk
yang ada pada karya tersebut, kadangkala dibentuk, baik secara sadar maupun
tidak memiliki makna yang berhubungan secara langsung dengan akar permasalahan
yang sedang dihadapi oleh pasien tersebut.
Penelitian dilakukan melalui observasi lapangan melalui
pengalaman berinteraksi langsung dengan penderita gangguan mental dan mencatat
serta menganalisis segala bentuk perubahan yang terlihat pada saat proses
berlangsung, studi pustaka mengenai terapi seni dan teori lainnya seperti teori
gangguan mental, teori terapi seni dan kreativitas. Wawancara dilakukan dengan
pakar dan ahli psikologi serta terapi seni untuk menunjang keabsahan data agar
lebih akurat dan penulis juga melakukan pendekatan dari sudut pandang
Psikoanalisa dan kritik seni dalam menganalisis sample gambar karya pasien yang
terlibat.
SUMBER:
Basuki, A.M. Heru.
(2008). Psikologi Umum. Jakarta :
Universitas Gunadarma
Pomerantz, Andrew M.
(2013). Psikologi Klinis; Ilmu
Pengetahuan, Praktik, dan Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Idrus, M. Faisal. 2016. Psikoterapi. http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/10/PSIKOTERAPI.pdf.
Diakses pada tanggal 15 Maret 2017
Rachmahana, Ratna Syifa’a. 2008. Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam
Pendidikan http://journal.uii.ac.id/index.php/Tarbawi/article/view/191. Diakses pada tanggal 15 Maret 2017
Anoviyanti, Sarie Rahma. 2008. Terapi Seni Melalui Melukis pada Pasien Skizofrenia dan Ketergantungan
Narkoba. http://journals.itb.ac.id/index.php/jvad/article/view/68. Diakses
pada tanggal 17 Maret 2017
Swasti, Idei Khurnia dan Martani, Wisjnu. 2013. Menurunkan Kecemasan Sosial Melalui
Pemaknaan Kisah Hidup https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/7065.
Diakses pada tanggal 18 Maret 2017